Senin, 12 April 2010

TAFSIR QS. ALI ILMRON :110 DAN QS.AT-TAHRIM:6

PENDAHULUAN
Hidup dan kehidupan kita adalah amanah yang akan kita pertanggungjawabkan kelak di hadapan Allah, sebagaimana penciptaan kita dan seluruh makhlukNya yang penuh makna dan nilai ( tidak sia-sia ) ketika diciptakan oleh Allah di muka bumi ini. Maka hal yang kita lakukan adalah berusaha menepati amanah Allah dengan senantiasa terus berusaha mencintai kebaikan dan perintahNya dan menjauhi laranganNya. Kesungguhan atau mujahadah adalah hal mutlak yang kita butuhkan– sebagaimana ketika kita menginginkan sesuatu dalam kehidupan duniawi kita– apabila kita menginginkan kebaikan kehidupan di dunia dan akhirat. Maka menjaga diri, kemudian keluarga dari hal-hal yang dapat menjerumuskan kita ke dalam api neraka menjadi suatu hal yang niscaya untuk kita perhatikan bersama. Karena ketika seseorang dapat menjaga dirinya dengan baik, maka dia akan selalu berada di dalam hidayah Allah sehingga tidak akan ada yang dapat memberikan mudharat kepadanya. Sebagaimana firman Allah :
“Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu;tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk. Hanya kepada Allah kamu kembali semuanya, maka Dia akan menerangkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan” , Q.S. Al-Maa`idah/5: 105.
Begitu pula dengan keluarga, yang di dalam bahasa Arab disebut usroh, secara harfiyah berarti ad-dir`u al-hashinah, yaitu benteng yang kuat. Keluarga memang suatu benteng yang kuat yang menjadi pertahanan manusia dari berbagai gangguan yang dihadapinya dalam kehidupan sosial, seperti kriminal, material, seksual, dan sebagainya. Keluarga juga dapat membentengi dan melindungi sekaligus menyelesaikan problem kemanusiaan dari waktu ke waktu. Sehingga upaya dan ikhtiar maksimal untuk menjadikan rumah kita sebagai syurga kecil kita (baiti jannati) harus terus kita upayakan.
Selain itu juga dituntut agama untuk selalu menebarkan kebaikan di muka bumu ini dengan selalu menyeruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar dalam upaya fastabiqul khairot
Dari uraian di atas, pemakalah akan mencoba membahas lebih lanjut dalam sebuah bentuk makalah yang berjudul Hadist Tarbawi (QS. At-Tahrim:6 dan QS. Ali Imron:110) , dengan harapan semoga makalah ini dapat keimanan dan wawasan keilmuan kita. Amien .





















PEMBAHASAN


A. QS. At-Tahrim :6
بسم الله الرّحمن الرّحيم
        ••             
{التحريم : 6}

Artinya : Wahai orang-orang yang beriman ! periharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadapa apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS. At-Tahrim : 6)
B. Penjelasan Ayat
Ayat ini memberikan peringatan kepada orang yang beriman bahwa mengaku beriman sajalah tidak cukup. Iman harus diikuti dengan memelihara diri dan keluarga dari perbuatan-perbuatan yang membawa kepada siksa api neraka. Dari rumah tangga (keluarga) kita mulai menanamkan iman dan memupuk islam. Dalam tafsir jalalain proses penjagaan tersebut adalah dengan pelaksanaan perintah taat kepada Allah SWT.
Merupakan tanggung jawab setiap manusia untuk menjaga dirinya sendiri, serta keluarganya, sebab manusia merupakan pemimpin bagi dirinya sendiri dan keluarganya yang nanti akan dimintai pertanggungjawabannya. Sebagaimana sabda Rosuloulloh SAW.

“Dari Ibnu Umar ra. Berkata: saya mendengar Rosululloh SAW. Bersabda: setiap dari kamu adalah pemimpin, dan setiap dari kamu akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya, seorang imam adalah pemimpin dan akan ditanyai atas kepemimpinannya, orang laki-laki adalah pemimpin dalam keluarganya dan akan ditanyai atas kepemimpinannya..... (HR. Bukhary-Muslim)
Dalam ayat ini terdapat lafadz perintah beruppa fi’il amr “kuu” yang secara langsung dan tegas, yakni lafadz (peliharalah/ jagalah), hal ini dimaksudkan bahwa kewajiban setiap orang Mu’min salah satunya adalah menjaga dirinya sendiri dan keluarganya dari siksa neraka. Dengan meneladani Nabi dan pelihara juga "keluargamu", yakni Istri, anak-anak dan seluruh yang berada di bawah tanggung jawab kamu, dengan membimbing dan mendidik mereka, agar kamu semua terhindar "dari api neraka yang bahan bakarnya" adalah "manusia" yang kafir dan juga "batu-batu" antara lain yang dijadikan berhala. "Diatasnya" yakni yang menangani neraka itu dan bertugas menyiksa penghuni-penghuninya adalah "malaikat yang kasar" hati dan perlakuannya, yang "keras-keras" perlakuannya dalam melaksanakan tugas penyiksaan, "yang tidak mendurhakai Allah menyangkut apa yang diperintahkan kepada mereka" sehingga siksa yang mereka jatuhkan- kendati mereka kasar- tidak kurang dan tidak berlebih dari apa yang diperintahkan Allah, yakni sesuai dengan dosa dan kesalahan masing-masing "penghuni neraka" dan mereka" juga senantiasa dan dari saat ke saat mengerjakan dengan mudah "apa yang diperintahkan" Allah kepada mereka.

Pada dasarnya ayat ini ingin menggambarkan bahwa dakwah dan pendidikan itu harus dimulai/bermula dari rumah. Maksudnya dari kerabat-kerabat kita yang dekat. Walaupun secara redaksional ayat tersebut tertuju pada laki-laki (ayah), hal itu tidak berarti hanya menjadi tanggung jawab mereka saja. Ayat ini tertujujuga bagi perempuan anak-anak dan pasangan masing-masing sebagaimana masing-masing bertanggung jawab atas kelakuannya. Ayah dan Ibu sendiri tidak cukup untuk menciptakan satu rumah tanggayang diliputi oleh nilai-nilai agama serta dinaungi oleh hubungan yang harmonis.Sebagaimana dalam QS. Asy-Syu’ara :214
   
Artinya : dan berilah peringatan kepada keluargamu yang terdekat
Kemudian menurut pemahaman Thabathaba'i ”manusia menjadi bahan bakar neraka”, dalam arti manusia terbakar dengan sendirinya. Malaikat yang disifati dengan kasar bukanlah berarti kasar jasmaninya, karena malaikat adalah makhluk yang halus yang tercipta dari cahaya. Mereka telah diciptakan Allah khusus untuk menangani neraka. "Hati" mereka tidak bisa iba atau tersentuh oleh rintisan, tangis atau permohonan belas kasih, mereka diciptakan Allah dengan sifat sadis, dank arena itulah mereka , keras yakni keras hatinya dan keras pula perlakuannya. Setelah ayat perintah agar seorang Mu'min memelihara diri dan ahlinya dari api neraka ini turun, bertanyalah Saiyidina Umar bin Khathab kepada Rasulullah SAW: "Kita telah memelihara diri sendiri dari api neraka, dan bagaimana pula caranya kita memelihara ahli kita dari api neraka?"
Rasulullah SAW menjawab:
"Kamu laranglah mereka dari segala perbuatan yang dilarang Allah dan suruhlah mereka mengerjakan apa yang diperintahkan Allah.
Sedangkan menurut tafsir fi Zhilaalil Qur`annya Sayyid Qutb tentang surat at-Tahrim ayat 6 ini adalah bahwa setiap mukmin diwajibkan untuk memberikan petunjuk kepada keluarganya dan memperbaiki seluruh anggota keluarganya, sebagaimana ia diwajibkan terlebih dahulu memperbaiki dirinya. Islam adalah suatu agama yang mengatur keluarga, maka ia mengatur kehidupan berumah tangga. Rumah tangga yang Islami akan menjadi dasar terbentuknya masyarakat yang Islami. Seorang ibu harus memiliki pribadi dan prilaku Islami sebagaimana pula seorang ayah harus memiliki pribadi dan prilaku Islami sehingga mereka dapat mendidik anak-anaknya menjadi anak-anak yang shalih dan shalihah. Ibnu Abbas menafsir kata “kuu anfusakum wa ahlikum naaron” dengan beramallah dengan taat kepada Allah dan takutlah kamu akan maksiat kepada-Nya. Perintahkanlah keluargamu dengan mengingat Allah, niscaya Allah akan melapangkan kamu dari api neraka. Menurut Ali bin Abi Thalib, maksu lafal tersebut adalah ajarkan dirimu dank keluargamu kebaikan dan didiklah. Begitulah cara menghindarkan mereka dari api neraka. Sebagaimana yang telah dilakukan Luqman yang kemudian tersirat dalam A-Qur’an (QS.Luqman :13 dan 17)

               
“Tidakkah kamu memperhatikan bahwa Sesungguhnya kapal itu berlayar di laut dengan nikmat Allah, supaya diperlihatkan-Nya kepadamu sebahagian dari tanda-tanda (kekuasaan)-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi semua orang yang sangat sabar lagi banyak bersyukur.”
             •     
. “Hai anakku, Dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan Bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).”
C. Asbab nuzul
Ketika ayat ini turun Rasulullah SAW bersabda: “Wahai Bani Abdul Muthalib, demi Allah aku tidak pernah menemukan sesuatu yang lebih baik di seluruh bangsa Arab dari apa yang kubawa untukmu. Aku datang kepadamu untuk kebaikan di dunia dan akhirat. Allah telah menyuruhku mengajakmu kepada-Nya. Maka, siapakah di antara kamu yang bersedia membantuku dalam urusan ini untuk menjadi saudaraku dan washiku serta khalifahku?” Mereka semua tidak bersedia kecuali Ali bin Abi Thalib. Di antara hadirin beliaulah yang paling muda. Ali berdiri seraya berkata: “Aku ya, RasulullahNabi. Aku (bersedia menjadi) wazirmu dalam urusan ini”. Lalu Rasulullah SAW memegang bahu Ali seraya bersabda: “Sesungguhnya Ali ini adalah saudaraku dan washiku serta khalifahku terhadap kalian. Oleh karena itu, dengarkanlah dan taatilah ia.” Mereka tertawa terbahak-bahak sambil berkata kepada Abu Thalib: “Kami disuruh mendengar dan mentaati anakmu”
Umat Islam adalah saudara bagi yang lain, maka harus saling mendidik dan menasehati. Sebagaimana sabda Nabi SAW
“ Dari Jarir Ibn Abdillah ra. Berkata: saya bersumpah setia kepada Rosululloh SAW untuk mendirikan sholat, menunaikan zakat, dan menasehati kepada setiap muslim”. (HR. Bukhory-Muslim)
Maka kerabat-kerabat kita terdekat merupakan juga objek dakwah dan tarbiyah.

B. Surah Ali Imran (3) : 110

  •  ••                     


Artinya : kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik (QS Ali Imran (3) : 110)

Penjelasan Ayat

Maksudnya adalah bahwa kamu sekalian adalah umat yang terbaik dalam keadaan wujud sekarang, karena mereka telah memerintahkan yang baik dan mencegah perbuatan yang buruk, memiliki keimanan yang benar yang bekasnya tampak pada dirinya, sehingga mereka menjauhi keburukan dan mendorong berbuat kebaikkan. Sedangkan yang lainnya telah dikalahkan oleh keburukan dan kerusakan, sehingga mereka tidak dapat menyuruh kebaikkan, tidak mencegah kemunkaran dan tidak memiliki keimanan yang benar.
Itulah orang-orang yang termasuk katagori orang yang baik yang telah diperintahkan untuk berdakwah. Mereka itu adalah para Nabi dan sahabat yang menyertainya pada saat ayat tersebut diturunkan. Mereka itulah orang-orang yang semula saling bermusuhan kemudian menyatu hatinya, berpegang pada tali Allah, memerintah kebaikkan dan mencegah kemunkaran, tidak takut karena kelemahannya terhadap yang kuat tidak hilang keberaniannya karena kekecilannya terhadap yang benar, sementara keimanan telah menguasai diri dan perasaannya.
Allah SWT memberi tahu bahwa umat Muhammad adalah sebaik-baiknya umat. Berkata Abu Hurairah menurut riwayat Al-Bukhari : sebaik-baiknya manusia untuk sesama manusia yang membawa mereka dengan rantai di lehernya sampai mereka masuk Islam. Maksud sebaik-baik manusia untuk manusia “ialah paling bermanfaat bagi sesama manusia karena sifat mereka yang melakukan amar ma’ruf nahi munkar dan beriman kepada Allah.”
Pada ayat ini terdapat kata amar ma’ruf nahi munkar . menurut al-Maraghi yang dimaksud dengan al-ma’ruf adalah ma istahsanabu al-syar’ wal al-‘aql (sesuatu yang dipangdang baik menurut agama dan akal ). Sedangkanb al-munkar adalah dlidduhu (lawan dari kata ma’ruf). Selanjutnya dalam Mujmal Mufradat AlFadz al-Qur’an, yang dimaksud dengan al-ma’ruf adalah isim li kul fi’il yu’rafu bi al-‘aql aw al-syar’ busnubu (nama bagi setiap perbuatan yang diakui mengandung kebaikan menurut akal dan agama). Sedangkan al-munkar adalah ma yunkiru bihima (sesuatu yang dilarang oleh akal dan agama). Dalam hal ini Muhammad Abduh mengatakan fa-al-amr bi al-ma’ruf wa al-nabyu ‘an al-munkar huffadz al-jama’ah wa siyaj al-wahdah (amar ma’ruf nahi munkar adalah benteng pemeliharaan ummat dan pangkal timbulnya persatuan).

Diriwayatkan oleh Imam Ahmad bahwa Durrah binti Abi Lahab berkata : seorang bertanya kepada Rasulullah sewaktu beliau berpidato di atas mimbar “ siapakah orang yang terbaik, ya Rasulullah ? Rasulullah menjawab :
Artinya : “manusia yang terbaik, ialah yang paling banyak membaca paling bertaqwa kepada Allah, paling giat melakukan amar ma’ruf nahi munkar dan paling suka bersilaturahmi”.
Dan ada juga hadits Rasulullah yang menegaskan betapa umat Islam telah dikaruniai Allah beberapa keistimewaan dan kelebihan di atas umat-umat yang lain.
Berkata Abu Bakar Ash Shidiq menurut riwayat Imam Ahmad bahwa Rasulullah SAW bersabda
Aritnya : aku telah diberi jatah tujuh puluh ribu dari pada umatku masuk surga tanpa hisab. Wajah-wajah mereka seperti bulan purnama dan hati-hati mereka menjadi hati satu orang, maka ditambahlah jatahku dengan tujuh puluh ribu di samping setiap orang.
Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Abdul Qasim aththabarani dari Sahl bin Sa’ad bahwa Rasulullah SAW bersabda :
Artinya :“akan masuk surga dsari umatku tujuh puluh ribu atau tujuh ratus ribu yang berpegangan satu kepada yang lain sehingga masuklah semuanya, yang pertama maupun yang terakhir ke dalam surga. Wajah-wajah mereka seperti bulannya purnama (Riwayat Bukhari dasn Muslim)
Di antara hadits-hadits yang menunjukan keutamaan, kemuliaan umat Muhammad dan kenyataannya bahwa i adalah umat terbaik di dunia, seperti hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bahwa Abu Zubair mendengar Rasulullah bersabda “sesungguhnya aku berharap bahwa seperempat dari pada penghuni surga adalah yang mengikutiku dari umatku” bertakbirlah para sahabat mendengar sabda Rasulullah itu. Lalu berkata beliau meneruskan sabda nya, “aku berharap mereka merupakan sepertiga panghuni surga”, lalu bertakbirlah para sahabat dan berkata Rasulullah SAW, sesungguhnya aku berharap bahwa kamu merupakan separuh panghuni surga”.Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Ibni Buraidah bahwa Rasulullah bersabda :
Artinya : panghuni surga adalah seratus dua puluh shaf, delapan puluh dari padanya adalah terdiri dari umat ini.
Dan diriwayatkan pula oleh Aththabari dari Abu Hurairah, bahwa tatkala ayat turun, bersabdalah Rasulullah SAW
Artinya : kamu adalah seperempat panghuni surga, kamu adalah sepertiga penghuni surga, kamu adalah separuh panghuni surga dan kamu adalah dua pertiga penghuni surga.
Dan diriwayatkan juga oleh Addaruquthi dari Umar Ibnu Khathab bahwa Rasulullah SAW bersabda :
Artinya : sesungguhnya surga diharamkan atas Nabi-Nabi sampai aku memasuki surga dan diharamkan atas semua umat sampai umatku masuk ke dalamnya.
Hadits-hadits ini mengandung arti yang dikandung ayat tersebut di atas yang menyatakan bahwa umat Muhammad adalah umat yang terbaik dari umat-umat yang lainnya. Maka barang siapa pada dirinya terdapat sifat-sifat yang tersebut dalam ayat itu maka ia patut memperoleh pujian itu.
Terlepas dari itu, Allah SWT memberitahukan kepada hamba-Nya yang mu’min bahwa ahli kitab yang fasiq dan kafir itu tidak dapat membuat mudharat kepada mereka. Allah berfirman bahwa ahli kitab telah ditimpah kehinaan dan kerendahan dimana saja mereka berada, sehingga mereka tidak akan beriman kecuali janji Allah akan perlindungan-Nya. Dan mereka Ahli kitab patut mendapatkan kemurkaan Allah serta kerendahan dalam kehidupan ialah karena kekafiran mereka kepada ayat-ayat Allah .




KESIMPULAN
1. Pada QS. At-Tahrim : 6, menjelaskan sebuah kewajiban seseorang muslim/muslimat untuk menjaga keluarganya, dalam artian memberikan pembekalan, pendidikan serta pemahaman agama yang kaffah terhadapa mereka, tidak itu saja yang memberikan bekal pun harus memiliki kemampuan serta modal pemahaman agama untuk mengajak keluarga mereka beribadah kepada Allah, sebagaimana yang telah dilakukan oleh Luqmannul Hakim yang dijelaskan dalam QS. Luqman: 13-17,selain itu juga Sayyidina Ali ra, berpendapat mengenai ayat ini bahwa ajarkan dirimu dan keluargamu dengan kebaikan dan didiklah mereka. Paa ayat ini juga Allah memberikan ancaman bagi ummatnya yang lalai dan tidak mengajaka keluarganya dalam beribadah kepadaN ya.
2. Pada QS. Ali- Imron, menjelaskan bahwa ummat yang terbaik di permukaan bumi ini adalah ummat islam, dan tidak dikatakan terbaik sebelu mereka mengajak kepada yang ma’ruf dan mencegah dari pada mungkar, dijelaskan oleh Nabi Muhammad dalam hadistnya yang kurang lebih, tiadk akan masuk islam seorang muslim sebelum ia beriman dan tidak dikatakan beriman sebelum ia menyayangi saudaranya, jadi mengajak kepada kebaikan dan mencegah dari keburukan merupakan suatu kewajiban bagi ummat islam. Sebagaimana yang dikatakan oleh Muhammad Abduh :
fa-al-amr bi al-ma’ruf wa al-nabyu ‘an al-munkar huffadz al-jama’ah wa siyaj al-wahdah (amar ma’ruf nahi munkar adalah benteng pemeliharaan ummat dan pangkal timbulnya persatuan).
DAFTAR PUSTAKA
Fauziyah R.A, Lilis dan Andi Setyawan. 2008. Kebenaran Al-Qur’an dan Hadist.
Malang : Tiga Serangkai.
Nata, Abuddin. 2002. Tafsir Ayat-ayat Pendidikan. Jakarta : Raja Grafindo.
Bahreisy, Salim dan H. Said Bahreisy. 1997. Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsier. Surabaya : PT Bina Ilmu














TAFSIR TARBAWI
(QS.At-Tahrim : 6 & QS. Ali-Imron :110)












Resume
Disajikan Sebagai Tugas Pada Mata Tafsir Tarbawi
Dosen Pembimbing : Muhammad Rifa’I, M. Ag

Oleh :
Amran Marhamid (09260003)
Meta Yulyanda (09260016)




FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA (IAIN) RADEN FATAH
PALEMBANG
2009

1 komentar: