Selasa, 26 Agustus 2014

ENGKAU HARUS MEMBELA



Kepedulian dan Persaudaraan dimulai dari sikap. Dan sikap muncul dari pemikiran. Islam adalah agama yang syaamil dan mutakammil, sempurna. Yang mengatur hajat hidup ummat islam termasuk persoalan persaudaraan, karena Islam melandaskan bahwa persaudaraan itu dibangun atas dasar tauhid, keimanan kepada Allah SWT, Innamal mu’minuuna ikhwah; sesungguhnya orang-orang yang beriman itu bersaudara.
Dan social dewasa ini akan selalu berbicara  tentang social public yang merupakan muara ide dan gagasan. Sebuah ide hanya akan jadi angan-angan semata bila tidak menggerakan. Ide yang tidak melahirkan sikap dan keberpihakan adalah wacana dan utopia. Ide yang melahirkan tindakan adalah ide yang punya energy utuh. Dan perubahan “taghyiir” hanya akan terjadi karena adanya pergerakan. Ide tidak boleh selesai pada tataran wacana mesti mengalir mengjadi suatu sikap dan gerakan. Dan sikap serta gerakan kita hari ini adalah Kepedulian, mengdukung kedaulatan dan kemerdekaan Palestina.
Mengapa Palestina?
Bagi ummat Islam Palestina adalah tanah suci, tanah para Nabi dan Rasul yang memiliki kekuatan historis. Palestina adalah kiblat pertama, tempat rasul di Mi’rajkan oleh Allah. Sudah barang tentu,  permasalahan di Palestina dewasa ini bukan semata-semata urusan perjuangan, urusan kemerdekaan yang harus diselesaikan oleh Rakyat palestina. Tapi ini urusan yang harus diselesaikan oleh ummat Islam dunia.
Masalah Palestina saat ini, adalah masalah ketauhidan, keimanan kita. Bukankah Allah menjelaskan di dalam firman-Nya. Artinya;
“Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara.”(QS. Al hujurat: 10)
Sabda Rasulullah,
“Tidak sempurna Imam seseorang sampai ia mencintai saudaranya melebihi cintanya ia pada dirinya sendiri”. (HR. Bukhori)
Maka Sudah jelas bahwa kita mendukung bukan sekedar sisi-sisi kemanusiaan tapi aspek teologi kita yang tidak mengenal suku, ras dan bangsa.
Bagi Bangsa Indonesia, jika kita tarik sejarah kemerdekaan Indonesia, maka salah satu Negara yang mendukung kedaulatan dan kemerdekaan Indonesia adalah Palestina pada Tahun 1946. Selain itu kita mengerti jika kedaulatan adalah tujuan paling awal berdirinya suatu bangsa termasuk perjalanan bangsa ini yang telah merasakan pahit ketirnya penjajahan. Indonesia adalah Negara yang paling mengert dan memahamii akan penjajahan, 350 tahun oleh Belanda dan 3,5 tahun oleh Jepang, Indonesia dihantui kolonialisme. Negara berdaulat serta terus berjuang mempertahankan kedaulatan adalah sebuah alasan serta tujuan para pejuang mendirikan Negara. Dan ini yang kemudian menjadi sebuah gagasan yang dituangkan oleh the Founding Father bangsa ini kedalam Konstitusi Negara ini, Pembukaan Undang-Undang 1945 melalui point, bahwa PENJAJAHAN diatas dunia harus DIHAPUSKAN karena tidak sesuai dengan prikemanusiaan dan prikeadilan.
Pernyataan-pernyataan, gagasan-gagasan inilah yang menjadi landasa mengapa kemudian  kita sebagai ummat islam, bangsa Indonesia harus memiliki sikap dan gerakan terhadap kemerdekaan Palestina. Dan merupakan sebuah pernyataan yang keliru dan menyesatkan jika kondisi dan permasalahan yang dialami oleh rakyat Palestina adalah urusan mereka dan tidak ada sangkut paut pun bagi ummat Islam yang lain dan bangsa ini.

LANGKA-LANGKAMU



LANGKA-LANGKAMU
Berhenti dari kesibukan dakwah adalah kelengahan dan waktu kosong itu bak pencuri yang culas dan licik. sedangkan aktivis dakwah yang memberi ruang kosong pada pikiran dan akalnya, tak lain merupakan mangsa empuk yang siap dicabik- cabik oleh ganasnya Kelengahan dan si Pencuri.
Saudaraku
Saatnya untuk bangkit.. bangkit dari rasanya nyaman kita ataupun wilayah yang membuatmu lengah dan terbuai.. kerjakan sholat. perkaya ruhiyahmu dengan tilawah, dzikrullah, perkaya fikriyamu dengan berbagai macam referensi, buku. rapikan meja kerjamu karena kesembronohan adalah kelemahan dalam bertindak. perbaiki niatmu, karena rusaknya niat merupakan kerusakan iman dan ketergesah-gesahan.
Saudaraku
Saatnya segala potensi yang kita miliki untuk kemudian dicurahkan. karena kita meyakini dengan aqidah yang benar "saliimul 'aqidah" jika kerja yang kita lakukan hari ini adalah rangkaian-rangkaian perjuangan dan kecintaan kepada Diinul Islam. bukankah Allah telah berfirman melalui Ayat-ayat langit
"Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedu­dukanmu." (Q.s. Muhammad: 7)
Saudaraku
Antum sekarang telah memiliki pena sendiri untuk menuliskan goresan-goresan emas dan cemerlang, dan Antum sekarang telah memiliki buku,kertas sendiri untuk kemudian berimajinasi, berkreasi.. lalu apa yang mebuatmu lengah dan unda gulana ataupun diam membisu.
Pena dan buku alat yang bisa antum gunakan untuk membuat narasi Cinta, pengorbanan, kesabaran dan ukhuwah. Ini eranya bagi Antum untuk membuat lirik-lirik indah dan harmonisasi yang lembut dan syahdu di telinga.
Saudaraku
Kita ingat kutipan redaksi ini, dan semoga ini membakar ghiroh kita
“Saudaraku kau tau bencana datang lagi
porak poranda lagi negeri ini
hilang sudah selera orang-orang untuk mengharap
sementara jiwa-jiwa nelangsa itu
sudah sedari lama berbaris-baris memanggil-manggil"
"Keluarlah, keluarlah saudaraku
dari kenyamanan mihrabmu, kesendirianmu
dari kekhusyukan I'tikaf dan Khalaqahmu
dari Keakraban sahabat-sahabatmu, organisasimu,"
"KELUARLAH, KELUARLAH SAUDARAKU
Dari keheningan Masjidmu
Bawalah, bawahlah, SEMANGAT, ROH Sajadahmu, Mihrabmu, Nilai Khalaqahmu kejalan jalan, kepasar, kelas, kantor, kost, kampusmu
"Keluarlah, keluarlah saudaraku
dari nikamt kesendirianmu
satukan kembali hati-hati yang berserakan ini
kumpulkan kembali tenaga-tenaga yang tersisa
pimpinlah dengan cahaya kafilah nurani yang terlatih
di tengah badai gurun kehidupan"
"Keluarlah keluarlah saudaraku
Berdirilah tegap diujung jalan itu
sebentar lagi sejarah kan lewat
mencari aktor baru untuk drama kebenarannya
sambut saja ia
ENGKAU YANG IA CARI
ANTUM YANG IA CARI...

NELANGSA-NELANGSA PERJUANGAN


CERMIN NELANGSA
Individu adalah komponen terkecil didalam tatanan masyarakat. Dia memegang peranan penting dalam menentukan perjalanan dan bentuk masyarakat  itu sendiri.  Maka tonggak perbaikan masyarakat adalah individu yang cerdas dan bersih. Cerdas dalam memandang sesuatu secara proposional, tidak ditambah dan dikurang. Dan Bersih  yang menyangkut kondisi hati, hati yang dapat mencintai dan menyayangi orang lain.
Soal hati dan perasaan Imam Syahid melaui taujihnya; “seandainya mereka bela dada ini maka yang akan tampak adalah wajah-wajah mereka, dan permasalhan-permasalahan mereka. Inilah bukti cinta perasaan”.
Maka jelas, Kredibilitas individu karena kekuatan akhlak, dan kekokohan aqidah akan sangat memperngaruhi kredibilitas masyarakat. Dewasa iini kita harus belajar dari sebuah sejarah, karena sejarahlah  kita bisa mempelajari peraturan antar peristiwa, memahami sebuah perubahan dan memahami narasi hari kemarin hari ini dan hari esok yang kesemuanya memiliki keterkaitan. Minimal ada dua model sejarah yang kita temukan, pertama model sejarah yang bisa kita sebut model sejarah jahiliyah dan kedua model sejarah Islamiyah wa rabbaniyah, dimana individu adalah kunci dari bangunan sejarah dan peradaban.
3 (Tiga) Aspek yang membentuk Peradaban, sejarah : al asykhoos; manusia, al Afkar; ide, gagasan dan al wasaail mawaaridiyyal mustakhdimiyyah : Sarana yang menopang. Lalu kaitannya dengan al asykhoos; manusia, akan berbanding lurus dengan Struktur atau tatanan masyarakat dan Kultur Budaya. lintas sejarah akan kembali terulang. menjadi hikmah bilamana kita mengambil sejarah peradaban jahiliyah, yang membentuk kesemerautan struktural masyarakat jahiliyah dan kultur budayanya, ini bisa kita sebut dengan model sejarah jahiliyah  adalah permasalahan dalam penyimpangan akhlak yang merasuk kedalam tabiat dan watak pada saat itu, saling mejajah satu sama lain. Salah satu budaya yang sangat “jahiliyah” adalah mengubur hidup-hidup anak perempuan yang baru lahir, karena mereka menganggap aib bagi suku. lalu mengapa kemudian diutusnya Rasulullah adalah misi untuk mengislah "memperbaiki" akhlak. beliaulah sosok yang mengtrandensi sistem. maka jika strukural masyarakat dan budaya masyarakat ini bangsa ini ingin diperbaruhi "tahgyiir" maka kuncinya ialah perbaikan individual. Individu yang mencetuskan narasi ide dan menciptakan sarana-sarana penopang.
Atau melihat bagaiman model sejarah Islamiyah. Salah satunya Penundukan dinding konstatinopel. Sebuah sejarah  pertarungan bukan juga pertempuran, tapi cerita sejarah  tentang pikiran besar dibalik penaklukan yang kata kuncinya adalah kurikulum Murad II. Maka cerita ini dimulai dari pengisian bahan-bahan pikiran.Dua puluh dua hari Murad II mengepung Konstantinopel dari arah barat, namun benteng paling kokoh di zamannya selalu melumpuhkan para penantang, sebagaimana ia telah melumpuhkan pasukan muslim selama delapan abad. Namun mimpinya tidak mati, ia inspirasikan ke anaknya Muhammad II hingga mengalir di jiwa dan darahnya lalu menjadi tujuan hidupnya.
Murad II memulai dari ibukota ‘Ustmaniyyah, Edirne. Ia desainkan konsep mesjid dan institusi pendidikan terbaik, mesjid untuk pendidikan dan institusi pendidikan yang berspirit mesjid. Tidak hanya untuk Muhammad II tapi juga untuk pemuda se-generasinya, karena kebangkitan tak ditopang seorang pahlawan tunggal, tapi sebuah generasi berpengetahuan.
Rombongan ulama besar yang tinggal disana di kerahkan seluruhnya untuk misi besar penyiapan generasi ini. Tapi mereka tidak diminta mendatangi Muhammad karena ia yang harus berlelah datangi pintu guru-guru itu setiap hari bersama anak-anak jelata lain.
Pendidikan masa kecil itulah cetakan awal karakter Muhammad II yaitu mental seorang ilmuan. Para pakar itu tidak tersaji dihalaman istana yang hijau tapi dicari dan didatangi walau di tanah tertandus. Gairah belajar lebih penting dari pada konten pengetahuannya sendiri karena ia yang menjamin kontinuitas. Dan ini keberhasilan didikan Al-Kurani. Sehingga al-Qur’an dihafalnya cepat sebelum delapan tahun, lalu ilmu-ilmu syari’at dilahapnya setelah itu
Bahasa pengantar yang diajarkan pada Muhammad II ada tujuh yaitu:  Arab, Turki, Persia, Yunani, Serbia, Italia, dan Latin. Ketujuh bahasa ini ia selesaikan di usia remaja. Maka akses Muhammad II untuk mengkaji semesta ini tidak dibatasi cakrawala budayanya [Turki]. Bahkan zaman Murad II ini dikenal dengan masa emas terjemahan referensi-referensi besar Islam kedalam bahasa Turki.
Tapi keistimewaan tersebut bukan pada kuantitas penguasaan bahasa, karena ia hanyalah tools pembuka pengetahuan, tapi ketepatan sasaran dalam penggunaan. Maka ilmu ketiga dalam kurikulum Murad II untuk dipelajari Muhammad II kecil setelah Qur’an dan Islamologi adalah sejarah. Ia fokus mengkaji kaidah-kaidah kemenangan dan sebab-sebab kekalahan  dalam jejak perjalanan umat-umat terdahulu. Lalu Matematika, Geografi dan Astronomi. Perangkat ilmu ini membuatnya rasionalis dan berfikir strategis, berpandangan global dalam perencanaan tapi detail dalam pelaksanaan.
Semua perjalanan pengetahuan ini adalah pengantar menuju penaklukan yang dirancang dengan sangat sistematis oleh Murad II. Ia sendiri meninggal muda dan bahkan tidak pernah menyaksikan anaknya mempersiapkan pasukan ‘Ustmaniyyah menuju Konstatinopel. Tapi waktu realisasi itu tidak lama. Muhammad II menggantikan menjadi sultan di Edirne dalam usia 22 tahun dan hanya dalam waktu dua tahun ia melunasi hadist Nabi yang selama 8 abad belum berhasil dituntaskan generasi-generasi kuat terdahulu, baik generasi para penakluk daulah Umawiyyah atau generasi kemakmuran daulah ‘Abbasiyyah.
Generasi-generasi sebelum Muhammad II al-Fatih mungkin sama kuat militernya, sama luas wilayah kekuasaanya, sama melimpah aset manusia dan alamnya, dan sama menggebu obsesi penaklukannya, tapi Murad II meretas jalan untuk mencetak generasi baru yang  belum pernah ada dalam sejarah Islam. Yaitu generasi yang berpengetahuan tingkat tinggi dengan pemimpin terbaiknya. Pemimpin terbaik di zaman itu bukan hanya petarung, atau manajer, atau sastrawan, atau ahli fikh, atau panglima, atau pemikir strategis, tapi pengetahuannya mencapai tingkat kepakaran nyaris di semua bidang.
Maka mudah saja, memahami semua kreasi strategi Muhammad al-Fatih dalam proses penaklukan Konstatinopel, yang belum pernah terfikirkan generasi sebelumnya, seperti pembuatan meriam raksasa, mengangkat 70 perahu lewat darat sepanjang 3 mil, karena itu semua produk pemikiran berbasis pengetahuan. Bahkan andai strategi-strategi teknis itu gagal, generasi al-Fatih tidak akan kehabisan stok strategi dari gudang pengetahuannya. Bagaimana tidak? Rasulullah sendiri yang mendeskrisipsikan generasi penakluk itu “Konstatinopel benar-benar akan dibebaskan, pemimpin terbaik adalah pemimpin yang membebaskannya dan pasukan terbaik adalah pasukan yang bersamanya”. Dibalik setiap cerita kemenangan, selalu ada revolusi pengetahuan. Dan Muhammad al-Fatih beserta generasinya adalah model yang paling sempurna untuk itu.

TUGAS KITA
Imam Syahid memberikan perumpamaan dengan perkataannya; “Di setiap kota terdapat pusat pembangkit tenaga listrik. Para pegawai memasang instalasinya di seluruh penjuru kota, memasang tiang dan kabel, setelah itu aliran listrik masuk ke pabrik-pabrik, rumah-rumah dan tempat-tempat lain. Jika aliran listrik tersebut kita matikan dari pusat pembangkitnya, niscaya seluruh penjuru kota kan gelap gulita. Padahal saat itu tenaga listrik ada dan tersimpan di pusat pembangkit listrik, hanya saja yang ada itu tidak dimanfaatkan”.
Begitu pula dengan al Qur’an Al Karim ia adalah pusat pembangkit listrik “tenaga” bagi kaum muslimin. Dia adalah ruhnya dan motivatornya; tiangnya dan eksistensinya; penjaganya dan pemeliharanya; penjelasnya. Dia adalah referensi yang menjadi tempat segala kebaikan (baca; Dakwah) begitu juga da’I-da’inya.
Al qur’an adalah sumber kekuatan ummat Islam, maka tugas da’I adalah seperti tugas para pegawai listrik, mengalirkan kekuatan ini dari sumbernya ke setiap hati orang-orang muslim agar senantiasa bersinar dan menerangi sekelilingnya, Tugas kita adalah menghadirkan didalam visi kita bahwa al Qur’an ini ditujukan kepada suatu umat yang hidup yang punya eksistensi, diturunkan untuk menjawab tantangan kehidupan kemanuasiaan yang riil dan membongkar paradigma yang keliru bahwa ia hanyalah sebagai kumpulan-kumpulan bacaan indah yang kosong, dan tidak sedikitpun memiliki hubungan dengan realita-realita kehidupan. Dan atau perkataan yang menggelikan ketika seseorang berkata tentang matahari; “ini planet kuno  dan lapuk. Ia pantas diganti dengan planet baru dan modern. Atau  manusia ini mahluk kuno dan ketinggalan zaman, ia layak diganti dengan mahluk baru dan modern untuk menyemarakan bumi”.
Apabila yang mengatakan yang ini dan yang itu termasuk perkataan yang menggelikan, maka lebih menggelikan lagi jika ia diberlakukan kepada Al Qur’an, firman Allah terakhir untuk manusia.  Sayyid qutb; “Agar kita ingin efektif memperoleh energy al Qur’an, mengetahui hakikat gelora yang tersembunyi didalamnya, dan mendapatkan nasihat yang tersimpan untuk umat islam di setiap generasi, maka sepatutnya kita menghadirkan visi kita tentang eksistensi generasi islam pertama yang menjadi sasaran al Qur’an untuk pertama kali”.

Minggu, 22 September 2013

LIBERALISME MENCENGKARAM KAMPUS ISLAM


Beberapa tahun belakangan ini muncul gagasan ‘ajaib’ tentang konsep keberagamaan, yaitu Pluralisme, Sekularisme, dan Liberalisme. Hal ini timbul disebabkan adanya rasa toleransi antar agama yang berlebihan. Dalam kehidupan bermasyarakat yang majemuk, perbedaan adalah suatu hal yang biasa dan lumrah. Pada Zaman Rasullullah pun hal tersebut pernah terjadi, yaitu pada awal periode Madinah. Pada saat itu kaum Muslimin hidup berdampingan dengan kaum musyrikin penyembah berhala, Yahudi dan Nasrani. Mereka menjalankan ibadahnya dengan caranya masing-masing.
Di Indonesia saat ini, toleransi antar agama tidak lagi sesuai dengan apa yang dikehendaki-Nya. Dialog antar agama kerap dilakukan para pemuka dan cendekiawan agama, tetapi hasilnya baru sebatas menghindari perselisihan saja., tidak mencapai substansi yang mendasar. Hal ini terbukti dengan malah munculnya berbagai aliran atau isme. Dan salah satunya adalah Liberalisme.
Liberalisme atau Liberal adalah sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan adalah nilai politik yang utama. Secara umum, liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh kebebasan berpikir bagi para individu. Paham liberalisme menolak adanya pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama. Liberalisme menghendaki adanya, pertukaran gagasan yang bebas, ekonomi pasar yang mendukung usaha pribadi (private enterprise) yang relatif bebas, dan suatu sistem pemerintahan yang transparan, dan menolak adanya pembatasan terhadap pemilikan individu. Secara  umum liberalisme menganggap agama adalah pengekangan terhadap potensi akal manusia
          MUI sudah pernah memfatwakan keharaman sekularisme, pluralisme dan liberalisme pada Munas ke VII tahun 2005 , karena ini merupakan ide sesat dan merusak umat Islam.
Dalam Fatwa ini, yang dimaksud dengan:
“Liberalisme adalah memahami nash-nash agama (Al-Qur’an & Sunnah) dengan menggunakan akal pikiran yang bebas; dan hanya menerima doktrin-doktrin agama yang sesuai dengan akal pikiran semata.”
Berkaitan fatwa MUI ini, menimbulkan persoalan dalam hal  pendefinisian liberalisme. Kalau kita lihat dari akar katanya, Istilah ‘liberalisme' berasal dari bahasa Latin, liber, yang artinya ‘bebas' atau ‘merdeka'. Hingga penghujung abad ke-18 Masehi, istilah ini terkait erat dengan konsep manusia merdeka, bisa semenjak lahir ataupun setelah dibebaskan, yakni mantan budak (freedman).
Dari sinilah muncul istilah ‘liberal arts' yang berarti ilmu yang berguna bagi dan sepatutnya dimiliki oleh setiap orang merdeka, yaitu arithmetik, geometri, astronomi dan musik (quadrivium) serta grammatika, logika dan rhetorika (trivium).
Di zaman Pencerahan, kaum intelektual dan politisi Eropa menggunakan istilah liberal untuk membedakan diri mereka dari kelompok lain. Sebagai adjektif, kata ‘liberal' dipakai untuk menunjuk sikap anti feodal, anti kemapanan, rasional, bebas merdeka (independent), berpikiran luas lagi terbuka (open-minded) dan, oleh karena itu, hebat (magnanimous).
Dalam politik, liberalisme dimaknai sebagai sistem dan kecenderungan yang berlawanan dengan dan menentang ‘mati-matian' sentralisasi dan absolutisme kekuasaan. Munculnya republik-republik menggantikan kerajaan-kerajaan konon tidak terlepas dari liberalisme ini.
Sementara di bidang ekonomi, liberalisme merujuk pada sistem pasar bebas dimana intervensi pemerintah dalam perekonomian dibatasi - jika tidak dibolehkan sama sekali. Dalam hal ini dan pada batasan tertentu, liberalisme identik dengan kapitalisme.
Di wilayah sosial, liberalisme berarti emansipasi wanita, penyetaraan gender, pupusnya kontrol sosial terhadap individu dan runtuhnya nilai-nilai kekeluargaan.
Biarkan wanita menentukan nasibnya sendiri, sebab tak seorang pun kini berhak dan boleh memaksa ataupun melarangnya untuk melakukan sesuatu.
Sedangkan dalam urusan agama, liberalisme berarti kebebasan menganut, meyakini, dan mengamalkan apa saja, sesuai kecenderungan, kehendak dan selera masing-masing. Bahkan lebih jauh dari itu, liberalisme mereduksi agama menjadi urusan privat. Artinya, konsep amar ma'ruf maupun nahi munkar bukan saja dinilai tidak relevan, bahkan dianggap bertentangan dengan semangat liberalisme. Asal tidak merugikan pihak lain, orang yang berzina tidak boleh dihukum, apalagi jika dilakukan atas dasar suka sama suka, menurut prinsip ini. Karena menggusur peran agama dan otoritas wahyu dari wilayah politik, ekonomi, maupun sosial, maka tidak salah jika liberalisme dipadankan dengan sekularisme.
Yang menjadi polemik saat ini ialah kalangan yang belum pernah atau belum lama berkenalan dengan wacana liberalisme. Terlebih wacana liberalisme Islam. Dan menurut kajian, diskusi serta perdebat yang ada liberalisme terhadap Islam ini. Dan menjadikan kampus Islam (Perguruan Tinggi Islam) sebagai kendaraan untuk kemudian menyebarkan ide-ide liberal.
Jika kita tarik sejarah pendirian Perguruan tinggi islam di Indonesia. Pemerintah Republik ini, melalui peraturan presiden No. 11/1960 – yang menginisiasi begulirnya gagasan pendirian perguruan tinggi islam dengan mendirikan Institut Agama Islam Negeri (IAIN). Pada tahun 1968, menteri agama KH. M. Dachlan, yang juga tokoh di kalangan Nahdatul Ulama (NU), menyampaikan pentingnya eksistensi kampus-kampus seperi IAIN. Dalam pidatonya Ia merefleksikan betapa urgennya pendidikan Islam, sehingga umat Islam Indonesia sejak jaman penjajah pun sudah kompak menolak pendidikan yang diberikan oleh kaum  penjajah.
Jelaskah kiranya bahwa IAIN sejak awal didirikan dengan cita-cita yang begitu mulia, yaitu cita-cita untuk menjaga generasi-generasi muda Islam dari pengaruh pemikiran-pemikiran yang disusupkan oleh kaum penjajah yang tentunya tidak sejalan dengan ajaran Islam.
Buya Hamka dalam bukunya Ghirah dan Tantangan Terhadap Islam, menegaskan bahwa kaum misionaris senantiasa bergandengan tangan dengan para pengasong pemikiran sekularisme yang netral agama. Jika umat Islam gagal dikafirkan, paling tidak pemikirannya diajuhkan dari cara berfikir yang islami. Allah SWT berfirman :
`s9ur 4ÓyÌös? y7Ytã ߊqåkuŽø9$# Ÿwur 3t»|Á¨Y9$# 4Ó®Lym yìÎ6®Ks? öNåktJ¯=ÏB 3 ö@è% žcÎ) yèd «!$# uqèd 3yçlù;$# 3 ÈûÈõs9ur |M÷èt7¨?$# Nèduä!#uq÷dr& y÷èt/ Ï%©!$# x8uä!%y` z`ÏB ÉOù=Ïèø9$#   $tB y7s9 z`ÏB «!$# `ÏB <cÍ<ur Ÿwur AŽÅÁtR ÇÊËÉÈ  
"Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)". Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu."

Dalam sejarah liberalisasi Islam di Kampus IAIN – Sebagian telah beralih nama Universitas Islam Negeri (UIN) – tersebutlah seorang tokoh, yaitu Harun Nasution. Bagi sebagaian orang, ia dianggap sebagai seorang pembeharu, namun sebagian yang lain menganggapnya sebagai pengkhianat Islam. Harun  Nasution adalah tokoh besar dalam sejarah IAIN/UIN. Ia  pernah menjabat sebagai rektor IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Dalam bukunya yang berjudul Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya menjadi bacaan wajib bagi Mahasiswa IAIN/UIN hingga kini. Harun yang pernah mengenyam pendidikan di Mesir, namun karirnya baru benar-benar melejit ketika ia mendapatkan bea siswa dari McGill University of Canada pada tahun 1962. Sebuah pusat studi Islam yang didirikan oleh Wilfred Cantwell Smith, salah seorang tokoh yang diklaim pluralis Barat. Di kampus ini pun, Harun benar-benar merasa puas mendalami Islam. Ia pun menuturkan
“Di situlah aku betul-betul puas belajar Islam. Aku mendapat beasiswa selama beberapa tahun. Disana juga aku memperoleh pandangan Islam yang luas. Bukan Islam yang diajarkan di Al Azhar. Di McGill aku punya kesempatan. Baik secara ekonomi ataupun waktu.  Aku membeli buku-buku modern, karangan orang pakistan atau orang-orang orientalis. Baik dalam berbahasa Inggris, Perancis atau Belanda. Di sana liberal. Bebas. Jadi mudah mencarinya
Disana baru kulihat Islam bercorak rasional. Bukan Islam irasional seperti didapatkan  Islam di Indonesia, Mekkah dan Al Azhar. Aku bisa mengerti kalau orang berpendidikan Barat mengenal Islam dengan baik melalui buku-buku karangan orientalis. Bisa kumengerti mengapa orang tertarik Islam karena karangan Orientalis.......
Aku memang tidak tertarik dengan karangan orang Islam sendiri. Kecuali yang modern seperti Ahmad Amin. Tapi bagaimana intelektual kita? Mana bisa membaca serupa buku-buku dari Inggris, Pakistan, India dan Sebagainya? Karangan dari Indonesia tak ada yang menarik...”
Ada beberapa catatan yang dapat kita jadikan sebuah kesimpulan. Pertama, meski Harun Nasution berasal dari Negara yang Mayoritas penduduknya Islam dan pernah mengenyam pendidikan di Al Azhar, Mesir. Akan tetapi, ia baru menemukan Islam yang sebenarnya dan rasional di negara Barat melaui buku-buku karangan orientalis. Kedua, selain “mengerti” dalam penyataannya juga ia “tertarik” dengan literatur dan kajian I     slam versi Orientalis. Artinya rukukan ia mempelajari Islam adalah gagasan-gagasan orientalis. Ketiga, ia menganggap selain karangan dan literatur Orientalis yang rasional, sedangkan yang lainnya tidak.
Pada tanggal 3 Desember 1975, Prof. HM. Rasjidi, mantan Menteri RI pertama, menulis laporan rahasia yang ditujukan kepada Menteri Agama dan beberapa pimpinan tertinggi Depag. Laporan tersebut berisikan kritikan beliau tentang betapa berbahayanya pemikiran yang terkandung didalam buku karya Harun Nasution “Islam Ditunjau dariBerbagai Aspeknya”. Apa dikata, kritik tersebut tidak digubris, tidak dijawab, bahkan diabaikan oleh Departemen yang pernah ia pimpin dulunya. Selama menunggu respon Depag selama setahun. Prof. HM. Rasjidi akhirnya memutuskan untuk mencurahkan kritikannya kedalam sebuah bentuk buku “Koreksi Terhadap Dr. Harun Nasution” pada tahun 1977. Dan buku ini pun tidak mendapatkan tanggapan sama sekali dari pihak Departemen Agama RI.
Era pasca Harun Nasution
Melalui Harun Nasution, mega proyek liberalisasi di perguruan tinggi Islam tetap bergulir. Pada perkembangannya, muncullah tokoh-tokoh baru yang turut mempopulerkan pemikiran-pemikiran kaum orientalis dan membawanya kedalam khazanah pemikiran Islam. Salah satunya sebuah tesis yang berjudul “Tafsir Inklusif Makna Islam” yang merekontruksikan makna Islam.
Sekali lagi, setiap agama yang dianut oleh semua umat manusia sepanjang sejarah adalah Islam, termasuk agama-agama yang masih ada sekarang. Bila melihat akar sejarah dari Nabi Ibrahim, maka tentu saja agama yang dibawa oleh Nabi Musa, yakni Yahudi, agama yang di bawah oleh Yesus Kritus (Nabi Isa), yaitu kristen dan yang terakhir adalah agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad adalah juga Islam”.
Dalam salah satu edisinya, Jurnal Justisia. Yang diterbitkan oleh IAIN Semarang mengambil tema “Indahnya Kawin Sesama Jenis”. Dalam edisi tersebut, disebutkan : “hanya orang primitif sajalah yang melihat perkawinan sesama jenis sebagai sesuatu yang abnormal dan berbahaya”. Cover story yang ditampilkan pun mengambil judul yang sangat provokatif: Indahnya Kawin Sesama Jenis.
Atau UIN Suna Gunung Jati, Bandung. Sejak 2004 yang lalu. Melalui pemikiran-pemikiran yang menistakan agama yang kini videonya tersebar dimana-mana. Dalam video tersebut kita melihat bagaiman mahasiswa UIN menyambut mahasiswa baru dengan slogan “Selamat datang di area bebas Tuhan... kebenaran ada di semua Agama!... kita tidak mau Tuhan saya takut sama akal manusia...”. dan tentu saja slogan yang paling terkenal dari video ini: “Kita dzikir bersama : Angjingu Akbar!”
Amat disayangkan, perguruan tinggi Islam yang sejatinya merupakan candra dimuka kajian Islam, sebagai gudang dai yang membawa keaslian ajaran Islam yang Kaffah (menyeluruh) ataupun Perguruan yang sejatinya didirian untuk mengcounter dan mesterilkan pemahaman yang meyimpang dan pemikiran kaum orientalis di tubuh ummat.  Malah didominasi oleh orang-orang yang mencederai nilai-nilai Islam melalui ide-ide nakal bahkan sesat.
Akan tetapi, kita pun tidak boleh serta merta melegitimasi bahwa perguruan tinggi Islam seluruhnya berisikan orang-orang memiliki pemikiran liberal. Masih banyak yang lurus dan benar-benar memikirkan Islam, memiliki padangan lurus dan memperhatikan Kondisi ummat Islam.

Kita juga harus prihatin, sebab kerusakan pemikiran di IAIN/UIN sangat mungkin membawa dampak yang serius ke tempat-tempat yang lainnya pula. Sebab, IAIN/UIN dikenal sebagai “pemasok” dosen, guru agama. Dan ini juga menjadi hal yang patut diperhatikan oleh Unsur-unsur di Perguruan Tinggi Islam; Dosen, Mahasiswa, dan Civitas akademika. Terlebih orang tua yang tidak ingin anaknya menerima pelajaran agama yang sudah terhadonai ataupun terinfiltrasi oleh pemikiran liberal , baik di jenjang SD, SMP SMA atau perguruan tinggi. Dan Kita pun menunggu orang-orang yang tulus dan ikhlas yang memiliki ide dan gagasan besar dalam merekontruksi Perguruan tinggi saat ini guna mengembalikan ghiroh dan asholah Islam.