Selasa, 26 Agustus 2014

NELANGSA-NELANGSA PERJUANGAN


CERMIN NELANGSA
Individu adalah komponen terkecil didalam tatanan masyarakat. Dia memegang peranan penting dalam menentukan perjalanan dan bentuk masyarakat  itu sendiri.  Maka tonggak perbaikan masyarakat adalah individu yang cerdas dan bersih. Cerdas dalam memandang sesuatu secara proposional, tidak ditambah dan dikurang. Dan Bersih  yang menyangkut kondisi hati, hati yang dapat mencintai dan menyayangi orang lain.
Soal hati dan perasaan Imam Syahid melaui taujihnya; “seandainya mereka bela dada ini maka yang akan tampak adalah wajah-wajah mereka, dan permasalhan-permasalahan mereka. Inilah bukti cinta perasaan”.
Maka jelas, Kredibilitas individu karena kekuatan akhlak, dan kekokohan aqidah akan sangat memperngaruhi kredibilitas masyarakat. Dewasa iini kita harus belajar dari sebuah sejarah, karena sejarahlah  kita bisa mempelajari peraturan antar peristiwa, memahami sebuah perubahan dan memahami narasi hari kemarin hari ini dan hari esok yang kesemuanya memiliki keterkaitan. Minimal ada dua model sejarah yang kita temukan, pertama model sejarah yang bisa kita sebut model sejarah jahiliyah dan kedua model sejarah Islamiyah wa rabbaniyah, dimana individu adalah kunci dari bangunan sejarah dan peradaban.
3 (Tiga) Aspek yang membentuk Peradaban, sejarah : al asykhoos; manusia, al Afkar; ide, gagasan dan al wasaail mawaaridiyyal mustakhdimiyyah : Sarana yang menopang. Lalu kaitannya dengan al asykhoos; manusia, akan berbanding lurus dengan Struktur atau tatanan masyarakat dan Kultur Budaya. lintas sejarah akan kembali terulang. menjadi hikmah bilamana kita mengambil sejarah peradaban jahiliyah, yang membentuk kesemerautan struktural masyarakat jahiliyah dan kultur budayanya, ini bisa kita sebut dengan model sejarah jahiliyah  adalah permasalahan dalam penyimpangan akhlak yang merasuk kedalam tabiat dan watak pada saat itu, saling mejajah satu sama lain. Salah satu budaya yang sangat “jahiliyah” adalah mengubur hidup-hidup anak perempuan yang baru lahir, karena mereka menganggap aib bagi suku. lalu mengapa kemudian diutusnya Rasulullah adalah misi untuk mengislah "memperbaiki" akhlak. beliaulah sosok yang mengtrandensi sistem. maka jika strukural masyarakat dan budaya masyarakat ini bangsa ini ingin diperbaruhi "tahgyiir" maka kuncinya ialah perbaikan individual. Individu yang mencetuskan narasi ide dan menciptakan sarana-sarana penopang.
Atau melihat bagaiman model sejarah Islamiyah. Salah satunya Penundukan dinding konstatinopel. Sebuah sejarah  pertarungan bukan juga pertempuran, tapi cerita sejarah  tentang pikiran besar dibalik penaklukan yang kata kuncinya adalah kurikulum Murad II. Maka cerita ini dimulai dari pengisian bahan-bahan pikiran.Dua puluh dua hari Murad II mengepung Konstantinopel dari arah barat, namun benteng paling kokoh di zamannya selalu melumpuhkan para penantang, sebagaimana ia telah melumpuhkan pasukan muslim selama delapan abad. Namun mimpinya tidak mati, ia inspirasikan ke anaknya Muhammad II hingga mengalir di jiwa dan darahnya lalu menjadi tujuan hidupnya.
Murad II memulai dari ibukota ‘Ustmaniyyah, Edirne. Ia desainkan konsep mesjid dan institusi pendidikan terbaik, mesjid untuk pendidikan dan institusi pendidikan yang berspirit mesjid. Tidak hanya untuk Muhammad II tapi juga untuk pemuda se-generasinya, karena kebangkitan tak ditopang seorang pahlawan tunggal, tapi sebuah generasi berpengetahuan.
Rombongan ulama besar yang tinggal disana di kerahkan seluruhnya untuk misi besar penyiapan generasi ini. Tapi mereka tidak diminta mendatangi Muhammad karena ia yang harus berlelah datangi pintu guru-guru itu setiap hari bersama anak-anak jelata lain.
Pendidikan masa kecil itulah cetakan awal karakter Muhammad II yaitu mental seorang ilmuan. Para pakar itu tidak tersaji dihalaman istana yang hijau tapi dicari dan didatangi walau di tanah tertandus. Gairah belajar lebih penting dari pada konten pengetahuannya sendiri karena ia yang menjamin kontinuitas. Dan ini keberhasilan didikan Al-Kurani. Sehingga al-Qur’an dihafalnya cepat sebelum delapan tahun, lalu ilmu-ilmu syari’at dilahapnya setelah itu
Bahasa pengantar yang diajarkan pada Muhammad II ada tujuh yaitu:  Arab, Turki, Persia, Yunani, Serbia, Italia, dan Latin. Ketujuh bahasa ini ia selesaikan di usia remaja. Maka akses Muhammad II untuk mengkaji semesta ini tidak dibatasi cakrawala budayanya [Turki]. Bahkan zaman Murad II ini dikenal dengan masa emas terjemahan referensi-referensi besar Islam kedalam bahasa Turki.
Tapi keistimewaan tersebut bukan pada kuantitas penguasaan bahasa, karena ia hanyalah tools pembuka pengetahuan, tapi ketepatan sasaran dalam penggunaan. Maka ilmu ketiga dalam kurikulum Murad II untuk dipelajari Muhammad II kecil setelah Qur’an dan Islamologi adalah sejarah. Ia fokus mengkaji kaidah-kaidah kemenangan dan sebab-sebab kekalahan  dalam jejak perjalanan umat-umat terdahulu. Lalu Matematika, Geografi dan Astronomi. Perangkat ilmu ini membuatnya rasionalis dan berfikir strategis, berpandangan global dalam perencanaan tapi detail dalam pelaksanaan.
Semua perjalanan pengetahuan ini adalah pengantar menuju penaklukan yang dirancang dengan sangat sistematis oleh Murad II. Ia sendiri meninggal muda dan bahkan tidak pernah menyaksikan anaknya mempersiapkan pasukan ‘Ustmaniyyah menuju Konstatinopel. Tapi waktu realisasi itu tidak lama. Muhammad II menggantikan menjadi sultan di Edirne dalam usia 22 tahun dan hanya dalam waktu dua tahun ia melunasi hadist Nabi yang selama 8 abad belum berhasil dituntaskan generasi-generasi kuat terdahulu, baik generasi para penakluk daulah Umawiyyah atau generasi kemakmuran daulah ‘Abbasiyyah.
Generasi-generasi sebelum Muhammad II al-Fatih mungkin sama kuat militernya, sama luas wilayah kekuasaanya, sama melimpah aset manusia dan alamnya, dan sama menggebu obsesi penaklukannya, tapi Murad II meretas jalan untuk mencetak generasi baru yang  belum pernah ada dalam sejarah Islam. Yaitu generasi yang berpengetahuan tingkat tinggi dengan pemimpin terbaiknya. Pemimpin terbaik di zaman itu bukan hanya petarung, atau manajer, atau sastrawan, atau ahli fikh, atau panglima, atau pemikir strategis, tapi pengetahuannya mencapai tingkat kepakaran nyaris di semua bidang.
Maka mudah saja, memahami semua kreasi strategi Muhammad al-Fatih dalam proses penaklukan Konstatinopel, yang belum pernah terfikirkan generasi sebelumnya, seperti pembuatan meriam raksasa, mengangkat 70 perahu lewat darat sepanjang 3 mil, karena itu semua produk pemikiran berbasis pengetahuan. Bahkan andai strategi-strategi teknis itu gagal, generasi al-Fatih tidak akan kehabisan stok strategi dari gudang pengetahuannya. Bagaimana tidak? Rasulullah sendiri yang mendeskrisipsikan generasi penakluk itu “Konstatinopel benar-benar akan dibebaskan, pemimpin terbaik adalah pemimpin yang membebaskannya dan pasukan terbaik adalah pasukan yang bersamanya”. Dibalik setiap cerita kemenangan, selalu ada revolusi pengetahuan. Dan Muhammad al-Fatih beserta generasinya adalah model yang paling sempurna untuk itu.

TUGAS KITA
Imam Syahid memberikan perumpamaan dengan perkataannya; “Di setiap kota terdapat pusat pembangkit tenaga listrik. Para pegawai memasang instalasinya di seluruh penjuru kota, memasang tiang dan kabel, setelah itu aliran listrik masuk ke pabrik-pabrik, rumah-rumah dan tempat-tempat lain. Jika aliran listrik tersebut kita matikan dari pusat pembangkitnya, niscaya seluruh penjuru kota kan gelap gulita. Padahal saat itu tenaga listrik ada dan tersimpan di pusat pembangkit listrik, hanya saja yang ada itu tidak dimanfaatkan”.
Begitu pula dengan al Qur’an Al Karim ia adalah pusat pembangkit listrik “tenaga” bagi kaum muslimin. Dia adalah ruhnya dan motivatornya; tiangnya dan eksistensinya; penjaganya dan pemeliharanya; penjelasnya. Dia adalah referensi yang menjadi tempat segala kebaikan (baca; Dakwah) begitu juga da’I-da’inya.
Al qur’an adalah sumber kekuatan ummat Islam, maka tugas da’I adalah seperti tugas para pegawai listrik, mengalirkan kekuatan ini dari sumbernya ke setiap hati orang-orang muslim agar senantiasa bersinar dan menerangi sekelilingnya, Tugas kita adalah menghadirkan didalam visi kita bahwa al Qur’an ini ditujukan kepada suatu umat yang hidup yang punya eksistensi, diturunkan untuk menjawab tantangan kehidupan kemanuasiaan yang riil dan membongkar paradigma yang keliru bahwa ia hanyalah sebagai kumpulan-kumpulan bacaan indah yang kosong, dan tidak sedikitpun memiliki hubungan dengan realita-realita kehidupan. Dan atau perkataan yang menggelikan ketika seseorang berkata tentang matahari; “ini planet kuno  dan lapuk. Ia pantas diganti dengan planet baru dan modern. Atau  manusia ini mahluk kuno dan ketinggalan zaman, ia layak diganti dengan mahluk baru dan modern untuk menyemarakan bumi”.
Apabila yang mengatakan yang ini dan yang itu termasuk perkataan yang menggelikan, maka lebih menggelikan lagi jika ia diberlakukan kepada Al Qur’an, firman Allah terakhir untuk manusia.  Sayyid qutb; “Agar kita ingin efektif memperoleh energy al Qur’an, mengetahui hakikat gelora yang tersembunyi didalamnya, dan mendapatkan nasihat yang tersimpan untuk umat islam di setiap generasi, maka sepatutnya kita menghadirkan visi kita tentang eksistensi generasi islam pertama yang menjadi sasaran al Qur’an untuk pertama kali”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar