Bolehkah Senda Gurau
Oleh : Amran Marhamid*
Sebuah hal yang lumrah bagi
kita mendengar kata Humor apalagi hal yang cukup menarik untuk mendefinisikannya. Dewasa ini, dalam perkembangannya Humor atau Senda Gurau sudah
bertransformasi kedalam kemasan yang lebih menarik, baik itu melalui media
massa maupun elektronika. Yang terkadang tidak hanya berbau aspek-aspek yang
melekat pada masyarakat bahkan tidak menutup kemungkinan berbau hal-hal yang
“pulgar”, semisal pornografi. Yang tanpa tidak langsung turut andil dalam
pergeseran sikap dan tata nilai masyarakat.
Definisi
Humor
Istilah Humor sendiri merupakan kata- kata yang
memiliki banyak makna. Pada
Abad Pertengahan, humor menunjuk kepada suatu energi
yang berpikir untuk berhubungan dengan suatu keadaan emosional. Energi ini
telah dipercaya untuk menentukan
kesehatan dan karakter. Menurut
Freud, tujuan dari lelucon atau humot itu adalahuntuk memberikan kesenangan,
memunculkan hal yangsebelumnya tersembunyi atau tidak diakui.
Sedang Dalam literatur Islam masa lalu,
cukup banyak tokoh-tokoh muslim yang telah menghasilkan karya-karya humor.
Namun humor dan canda mereka selalu mengandung unsur akidah, muamalah dan
akhlak. Di antaranya Nasruddin Hoja, Hani al Arabiy. Para tokoh humor ini, digambarkan sebagai manusia-manusia unik.
Dari ucapan dan perbuatan mereka, semuanya mengandung pengajaran dan dakwah. Jadi, di dalam Islam sama sekali tidak ada
larangan humor dan cara bercanda. Tentu saja selama masih berada dalam koridor
yang benar. Kita tidak diperbolehkan bercanda yang berlebihan hingga akhirnya
jatuh pada ghibah atau olok-olok.
Pandangan Islam
ôs)©9 tb%x. öNä3s9 Îû ÉAqßu «!$# îouqóé& ×puZ|¡ym `yJÏj9 tb%x. (#qã_öt ©!$# tPöquø9$#ur tÅzFy$# tx.sur ©!$# #ZÏVx. ÇËÊÈ
“Sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat, dan dia
banyak menyebut Allah”. (Qs. al-Ahzâb/33:21)
Sebagai manusia biasa, Rasulullah SAW juga bercanda.
Beliau sering mengajak istri, dan para sahabatnya bercanda dan bersenda gurau,
untuk mengambil hati, dan membuat mereka gembira. Namun canda beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak berlebih-lebihan, tetap ada batasannya.
Bila tertawa, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak melampaui batas tetapi
hanya tersenyum. Begitu pula, meski dalam keadaan bercanda, beliau tidak
berkata kecuali yang benar.
Suatu hari ada seorang nenek yang bertanya sama Rasulullah
SAW, “Ya Rasulullah, apa aku bisa masuk surga?”
Nabi
Muhammad SAW menjawab, “Di surga tidak ada orang tua.”
Mendengar
jawaban itu, si nenek tentu saja terpukul dan sangat sedih. Namun kekecewaannya
tidak berlangsung lama. Rasulullah
SAW kembali berkata, “Di surga yang tinggal hanya mereka yang muda. Orang
yang sudah tua di dunia akan kembali jadi muda saat berada di surga.”
Para ahli hadits, menilai humor Rasulullah SAW ini,
selain melahirkan senyum, juga membawa kabar gembira. Terutama
bagi kalangan lansia. Dimaksudkan agar para lansia terus meningkatkan keimanan
dan amalnya kepada Allah SWT.
Di lain waktu, Rasulullah SAW juga bercanda dengan
sahabatnya, Anas bin Malik.
Beliau memanggil Anas dengan panggilan, “Wahai Pemilik Dua Telinga!”
Tentu
saja ini humor yang benar dan tidak keluar jalur. Anas bin Malik pasti memiliki
dua telinga, bukan empat telinga.
Batasan-batasan Senda Gurau Dalam Islam
Pertama, Tidak menjadikan sendi-sendi
islam ( tauhid,risalah,wahyu dan dien ) sebagai bahan gurauan.
“Dan
jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu),
tentulah mereka akan manjawab, "Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau
dan bermain-main saja." Katakanlah: "Apakah dengan Allah,
ayat-ayat-Nya dan rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?" (Qs. At- Taubah :
65)
Kedua, Janganlah menjadikan kebohongan dan mengada-ngada sebagai alat
untuk menjadikan orang lain tertawa,sabda Rasulullah Saw:
"Celakalah bagi orang yang berkata
dengan berdusta untuk menjadikan orang lain tertawa Celaka dia,celaka dia."
( HR.Ahmad,Abu Dawud,Tirmidzi dan Hakim ).
Ketiga,
Jangan mengandung penghinaan,meremehkan dan merendahkan orang
lain,kecuali yang bersangkutan mengizinkannnya (QS.AL-Hujurat:11) Dan keempat,
Tidak boleh menimbulkan kesedihan dan ketakutan terhadap orang muslim. (ratih1727.multiply.com/journal)
Jadi sebuah keniscayaan, di dalam
Islam sama sekali tidak ada larangan humor dan cara bercanda. Tentu saja selama
masih berada dalam koridor yang benar. Kita tidak diperbolehkan bercanda yang
berlebihan hingga akhirnya jatuh pada ghibah atau olok-olok.
Misalnya,
memanggil nama seseorang dengan julukan cacat yang dimilikinya. Sebagai contoh,
seorang yang kakinya mengalami kecacatan sejak lahir hingga jalannya agak
terpincang-pincang, lalu kita panggil dengan Si Pincang. Meskipun
panggilan itu benar, tapi bisa jadi olok-olok yang menyakitkan hati pemiliknya.
Padahal, pastilah tidak ada orang yang ingin lahir dalam kondisi cacat.
Al Qur’an juga
telah melarang dengan tegas sikap olok-olok ini seperti yang tercantum dalam
surat Al Hujurat ayat 11,
$pkr'¯»t
tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä w öyó¡o ×Pöqs% `ÏiB BQöqs% #Ó|¤tã br& (#qçRqä3t #Zöyz öNåk÷]ÏiB wur Öä!$|¡ÎS `ÏiB >ä!$|¡ÎpS #Ó|¤tã br& £`ä3t #Zöyz £`åk÷]ÏiB ( wur (#ÿrâÏJù=s? ö/ä3|¡àÿRr& wur (#rât/$uZs? É=»s)ø9F{$$Î/ ( }§ø©Î/ ãLôew$# ä-qÝ¡àÿø9$# y÷èt/ Ç`»yJM}$# 4 `tBur öN©9 ó=çGt y7Í´¯»s9'ré'sù ãNèd tbqçHÍ>»©à9$# ÇÊÊÈ
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum
yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari
mereka (yang mengolok-olok), dan jangan pula perempuan-perempuan
(mengolok-olokkan) perempuan-perempuan lain, karena boleh jadi perempuan (yang
diperolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah
kamu saling mencela satu sama lain, dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar
yang buruk.”
Semogamenjadi renungan bersama. wallahua'lam bissawab
(Penulis
: Ketua Umum LDK REFAH IAIN Raden Fatah Palembang)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar