Jumat, 01 Juni 2012

Bolehkah Senda Gurau??


Bolehkah Senda Gurau
Oleh : Amran Marhamid*

Sebuah hal yang lumrah bagi kita mendengar kata Humor apalagi hal yang cukup menarik untuk mendefinisikannya. Dewasa ini, dalam perkembangannya Humor atau Senda Gurau sudah bertransformasi kedalam kemasan yang lebih menarik, baik itu melalui media massa maupun elektronika. Yang terkadang tidak hanya berbau aspek-aspek yang melekat pada masyarakat bahkan tidak menutup kemungkinan berbau hal-hal yang “pulgar”, semisal pornografi. Yang tanpa tidak langsung turut andil dalam pergeseran sikap dan tata nilai masyarakat.
Definisi Humor
Istilah Humor sendiri merupakan kata- kata yang memiliki banyak makna. Pada Abad Pertengahan, humor menunjuk kepada suatu energi yang berpikir untuk berhubungan dengan suatu keadaan emosional. Energi ini telah dipercaya untuk menentukan kesehatan dan karakter. Menurut Freud, tujuan dari lelucon atau humot itu adalahuntuk memberikan kesenangan, memunculkan hal yangsebelumnya tersembunyi atau tidak diakui.
Sedang Dalam literatur Islam masa lalu, cukup banyak tokoh-tokoh muslim yang telah menghasilkan karya-karya humor. Namun humor dan canda mereka selalu mengandung unsur akidah, muamalah dan akhlak. Di antaranya Nasruddin Hoja, Hani al Arabiy. Para tokoh humor ini, digambarkan sebagai manusia-manusia unik. Dari ucapan dan perbuatan mereka, semuanya mengandung pengajaran dan dakwah. Jadi, di dalam Islam sama sekali tidak ada larangan humor dan cara bercanda. Tentu saja selama masih berada dalam koridor yang benar. Kita tidak diperbolehkan bercanda yang berlebihan hingga akhirnya jatuh pada ghibah atau olok-olok.
Pandangan Islam
ôs)©9 tb%x. öNä3s9 Îû ÉAqßu «!$# îouqóé& ×puZ|¡ym `yJÏj9 tb%x. (#qã_ötƒ ©!$# tPöquø9$#ur tÅzFy$# tx.sŒur ©!$# #ZŽÏVx. ÇËÊÈ
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat, dan dia banyak menyebut Allah. (Qs. al-Ahzâb/33:21)
Sebagai manusia biasa, Rasulullah SAW  juga bercanda. Beliau sering mengajak istri, dan para sahabatnya bercanda dan bersenda gurau, untuk mengambil hati, dan membuat mereka gembira. Namun canda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak berlebih-lebihan, tetap ada batasannya. Bila tertawa, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak melampaui batas tetapi hanya tersenyum. Begitu pula, meski dalam keadaan bercanda, beliau tidak berkata kecuali yang benar.
Suatu hari ada seorang nenek yang bertanya sama Rasulullah SAW, “Ya Rasulullah, apa aku bisa masuk surga?
Nabi Muhammad SAW menjawab, “Di surga tidak ada orang tua.”  
Mendengar jawaban itu, si nenek tentu saja terpukul dan sangat sedih. Namun kekecewaannya tidak berlangsung lama. Rasulullah SAW kembali berkata, “Di surga yang tinggal hanya mereka yang muda. Orang yang sudah tua di dunia akan kembali jadi muda saat berada di surga.
Para ahli hadits, menilai humor Rasulullah SAW ini, selain melahirkan senyum, juga membawa kabar gembira. Terutama bagi kalangan lansia. Dimaksudkan agar para lansia terus meningkatkan keimanan dan amalnya kepada Allah SWT.
Di lain waktu, Rasulullah SAW juga bercanda dengan sahabatnya, Anas bin Malik. Beliau memanggil Anas dengan panggilan, “Wahai Pemilik Dua Telinga!
Tentu saja ini humor yang benar dan tidak keluar jalur. Anas bin Malik pasti memiliki dua telinga, bukan empat telinga.
Batasan-batasan Senda Gurau Dalam Islam
Pertama, Tidak menjadikan sendi-sendi islam ( tauhid,risalah,wahyu dan dien ) sebagai bahan gurauan.
“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan manjawab, "Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja." Katakanlah: "Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?" (Qs. At- Taubah : 65)
Kedua, Janganlah menjadikan kebohongan dan mengada-ngada sebagai alat untuk menjadikan orang lain tertawa,sabda Rasulullah Saw:
"Celakalah bagi orang yang berkata dengan berdusta untuk menjadikan orang lain tertawa Celaka dia,celaka dia." ( HR.Ahmad,Abu Dawud,Tirmidzi dan Hakim ).  
Ketiga, Jangan mengandung penghinaan,meremehkan dan merendahkan orang lain,kecuali yang bersangkutan mengizinkannnya (QS.AL-Hujurat:11) Dan keempat, Tidak boleh menimbulkan kesedihan dan ketakutan terhadap orang muslim. (ratih1727.multiply.com/journal)
 Jadi sebuah keniscayaan, di dalam Islam sama sekali tidak ada larangan humor dan cara bercanda. Tentu saja selama masih berada dalam koridor yang benar. Kita tidak diperbolehkan bercanda yang berlebihan hingga akhirnya jatuh pada ghibah atau olok-olok.
Misalnya, memanggil nama seseorang dengan julukan cacat yang dimilikinya. Sebagai contoh, seorang yang kakinya mengalami kecacatan sejak lahir hingga jalannya agak terpincang-pincang, lalu kita panggil dengan Si Pincang. Meskipun panggilan itu benar, tapi bisa jadi olok-olok yang menyakitkan hati pemiliknya. Padahal, pastilah tidak ada orang yang ingin lahir dalam kondisi cacat.
Al Qur’an juga telah melarang dengan tegas sikap olok-olok ini seperti yang tercantum dalam surat Al Hujurat ayat 11,
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä Ÿw öyó¡o ×Pöqs% `ÏiB BQöqs% #Ó|¤tã br& (#qçRqä3tƒ #ZŽöyz öNåk÷]ÏiB Ÿwur Öä!$|¡ÎS `ÏiB >ä!$|¡ÎpS #Ó|¤tã br& £`ä3tƒ #ZŽöyz £`åk÷]ÏiB ( Ÿwur (#ÿrâÏJù=s? ö/ä3|¡àÿRr& Ÿwur (#rât/$uZs? É=»s)ø9F{$$Î/ ( }§ø©Î/ ãLôœew$# ä-qÝ¡àÿø9$# y÷èt/ Ç`»yJƒM}$# 4 `tBur öN©9 ó=çGtƒ y7Í´¯»s9'ré'sù ãNèd tbqçHÍ>»©à9$# ÇÊÊÈ
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok), dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan-perempuan lain, karena boleh jadi perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain, dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk.”
Semogamenjadi renungan bersama. wallahua'lam bissawab
                                                         (Penulis : Ketua Umum LDK REFAH IAIN Raden Fatah Palembang)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar